HUKUM PIDANA ISLAM DALAM KONSEP


MAKALAH

HUKUM PIDANA ISLAM DALAM KONSEP

 

Makalah ini disususn guna memenuhi tugas:

Mata Kuliah                           : Fiqh II

Dosen Pengampu                   : Kuat Ismanto, M. Ag.

Disusun oleh:

  1. Ely Mustagfiroh                                  202 111 0204
  2. Indah Rediana                                                202 111 0205
  3. Kurnia Hidayati                                  202 111 0206
  4. Salafudin                                             202 111 0207
  5. Hammydiati Azifa L I                        202 111 0208

 

 

 

KELAS E

JURUSAN TARBIYAH

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN)

PEKALONGAN

2011

BAB I

PENDAHULUAN

 

Perbuatan manusia yang dinilai sebagai pelanggaran atau kejahatan kepada sesamanya, baik pelanggaran tersebut secara fisik atau nonfisik, seperti membunuh, menuduh atau memfitnah maupun kejahatan terhadap harta benda lainnya, dibahas dalam jinayah. Pembahasan terhadap masalah yang sama dalam ilmu hukum, dinamai hukum pidana yang merupakan terjemahan dari bahasa Belanda, strafrecht.

Dalam kitab-kitab klasik, pembahasan masalah jinayah ini hanya dikhususkan pada perbuatan dosa yang berkaitan dengan sasaran (objek) badan atau jiwa saja. Adapun perbuatan dosa selain sasaran badan dan jiwa, seperti kejahatan terhadap harta, agama, negara dan lain-lain tidak termusuk dalam jinayah, melainkan dibahas secara terpisah-pisah pada berbagai bab tersendiri.

Buku atau kitab yang memuat rincian perbuatan pelanggaran atau kejahatan dan hukuman yang diancamkan kepada pelaku perbuatan tersebut dinamakan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) atau dalam bahasa aslinya dikenal sebagai Wetboek van Strafrecht.

Dalam makalah ini akan kami bahas mengenai hokum pidana Islam.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

  1. A.    Pengertian Hukum Pidana Islam

Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al Qur’an dan Hadist.[1] Tindakan kriminal dimaksud, adalah tindakan-tindakan kejahatan yang menggangu ketentraman umum serta tindakan melawan peraturan perundang-undangan yang bersumber dari Al Qur’an dan Hadits.

Hukum pidana Islam merupakan syariat Allah yang mengandung kemaslahatan bagi kehidupan manusia baik di dunia maupun di akhirat. syari’at Islam dimaksud secara materiil mengandung kewajiban asasi bagi setiap manusia untuk melaksankannya. Konsep kewajiban asasi syari’at yaitu menempatkan Allah sebagai pemegang segala hak, baik yang ada pada diri sendiri maupun yang ada pada orang lain. Setiap orang hanya pelaksana, yang berkewajiban memenuhi perintah Allah. Perintah Allah dimaksud, harus ditunaikan untuk kemaslahatan dirinya dan orang lain.[2]

Asas-asas Hukum Pidana Islam

Asas-asas hukum pidana Islam adalah asas-asas hukum yang mendasari pelaksanaan hukum pidana Islam, diantaranya:

  1. Asas Legalitas

Asas legalitas adalah asas yang menyatakan bahwa tidak ada pelanggaran dan tidak ada hukuman sebelum ada undang-undang yang menyatakannya. Asas ini berdasarkan pada Qur’an Surat Al-Isra’ ayat 15 dan  Surat Al-An’am ayat 19.

Kedua ayat tersebut mengandung makna bahwa Al-Qur’an diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad SAW supaya menjadi peringatan (dalam bentuk aturan dan ancaman hukuman) kepadamu.

  1. Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Pada Orang Lain

Asas ini adalah asas yang menyatakan bahwa setiap perbuatan manusia, baik perbuatan yang baik maupun perbuatan yang jahat akan mendapat imbalan yang setimpal.

Seperti yang tertulis pada ayat 38 Surat Al-Mudatsir, Allah menyatakan bahwa setiap orang terikat kepada apa yang dia kerjakan, dan setiap orang tidak akan memikul dosa atau kesalahan yang dibuat oleh orang lain.

  1. Asas Praduga Tak Bersalah

Asas praduga tak bersalah adalah asas yang mendasari bahwa seseorang yang dituduh melakukan suatu kejahatan harus dianggap tidak bersalah sebelum hakim dengan bukti-bukti yang meyakinkan menyatakan dengan tegas persalahannya itu. [3]

  1. B.     Unsur-unsur Hukum Pidana Islam

Untuk menentukan suatu hukuman terhadap suatu tindak pidana dalam hukum Islam, diperlukan unsur normative dan moral, sebagai berikut:

  1. Unsur Yuridis Normatif

Unsur ini harus didasari oleh suatu dalil yang menentukan larangan terhadap perilaku tertentu dan diancam dengan hukuman.

  1. Unsur Moral

Adalah kesanggupan seseorang untuk menerima sesuatu yang secara nyata mempunyai nilai yang dapat dipertanggung jawabkan.[4]

 

  1. Ciri-ciri Hukum Pidana Islam

Ciri-ciri hukum pidana Islam adalah sebagai berikut:

  1. Hukum Islam adalah bagian dan bersumber dari ajaran agama Islam
  2. Hukum Islam mempunyai hubungan yang erat dan tidak dapat dicerai-pisahkan dengan iman dan kesusilaan atau akhlak Islam.
  3. Hukum Islam mempunyai istilah kunci, yaitu a)syariah, dan b) fikih.
  4. Hukum Islam terdiri dari dua bagian utama, yaitu 1) hukum ibadah dan 2) hukum muamalah dalam arti  yang luas.
  5. Hukum Islam mempunyai struktur yang berlapis-lapis seprti dalam bentuk bagan bertingkat.
  6. Hukum Islam mendahulukan kewajiban dari hak, amal, dan pahala.
  7. Hukum Islam dapat dibagi menjadi: 1) hukum taklifi, 2) hukum wadh’i. [5]

 

  1. D.    Tujuan Hukum Islam

Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat.

Namun bila tujuan hukum Islam dilihat dari ketetapan hukum yang dibuat oleh Allah dan Nabi Muhammad, baik yang  termuat di dalam Al-Qur’an maupun Al-Hadits, yaitu untuk kebahagiaan hidup manusia didunia dan akhirat kelak, dengan jalan mengambil segala yang bermanfaat dan mencegah  serta menolak segala yang tidak berguna kepada kehidupan manusia. Dengan kata lain tujuan hukum Islam adalah kemaslahatan hidup manusia baik jasmani maupun rohani individu dan masyarakat. Kemaslahatan dimaksud, dirumuskan oleh Abu Ishak Asy-Syathibi dan disepakati oleh ahli hukum Islam lainnya seperti yang telah dikutip oleh H.Hakam Haq, yaitu memelihara agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.[6]

 

  1. E.     Perbandingan  Hukum Pidana Islam dengan Hukum Pidana di Indonesia

Hukum pidana yang berlaku di Indonesia hingga kini merupakan peninggalan penjajahan Belanda yang dilandasi oleh falsafah yang berbeda dengan falsafah yang dianut bangsa Indonesia, seperti mengutamakan kebebasan, menonjolkan hak-hak individu, dan kurang berhubungan dengan moralitas.

Ancaman pidana yang dijatuhkan oleh para hakim di sidang pengadilan seringkali tidak mencerminkan rasa keadilan masyarakat, khususnya korban kejahatan dan keluarganya. Berbagai kejahatan dengan kekerasan seperti perampokan, pencurian, pembunuhan, perkosaan, penganiayaan yang setiap hari terjadi di depan mata masyarakat hanya diganjar hukuman ringan. Ditambah dengan faktor krisis multidimensi dan lemahnya penegakan hukum, masyarakat yang terhimpit berbagai beban bangkit melakukan perlawanan secara masal terhadap berbagai macam kejahatan tadi dan akibatnya sering sangat fatal.[7]

Hukum pidana Islam ditandai oleh kuatnya celupan (shibgah) keagamaan. Dengan demikian ketaatan seorang muslim pada hukum ini bukan atas dasar ketakutan, tetapi atas  dasar kesadaran iman. Dengan demikian menjalankan atau menegakkan hukum ini dalam pandangan seorang muslim merupakan bagian dari keislaman yang total, hukum ini juga berfungsi menjaga nilai-nilai moral (akhlak) karena hukum diturunkan dan sanksi dijatuhkan untuk menjaga akhlak manusia.[8]

.

Dalam Hukum Pidana Positif di indonesia yang menjadi perbedaan adalah bahwa tidak dapat dilakukan damai secara hukum antara keluarga pihak yang dibunuh dan orang yang membunuh. Jadi walaupun ada perdamaian antara kedua belah belah pihak proses pidananya tetap berjalan. Dalam hukum pidana positif di indonesia tidak dikenal damai yang menggugurkan proses pidana kecuali untuk kasus yang memuat delik aduan, seperti kasus pencurian dalam keluarga dan kasus perzinahan atau perselingkuhan bagi suami/istri. Delik aduan dapat dicabut kembali apabila pihak yang mengadukan tindakan pidana tersebut mencabutnya.

Perbedaannya dalam hukum pidana islam berlaku Qishaash dan Dziyat, sementara dalam hukum positif di indonesia yang di berlakukan adalah pidana penjara, kurungan, denda seperti pidana mati dan seumur hidup.

Sementara itu dalam kasus pidana positif yang berlaku di indonesia tidak berlaku perdamaian secara hukum bila terjadi perbuatan melawan hukum yang melanggar kejahatan.[9]

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

KESIMPULAN

Hukum pidana Islam merupakan terjemahan dari kata fiqh jinayah. Fiqh Jinayah adalah segala ketentuan hukum mengenai tindak pidana atau perbuatan kriminal yang dilakukan oleh orang-orang mukallaf sebagai hasil dari pemahaman atas dalil-dalil hukum yang terperinci dari Al Qur’an dan Hadist.

Asas-asas hukum pidana Islam adalah asas-asas hukum yang mendasari pelaksanaan hukum pidana Islam, diantaranya:

  1. Asas Legalitas
  2. Asas Larangan Memindahkan Kesalahan Pada Orang Lain
  3. Asas Praduga Tak Bersalah

Tujuan hukum pada umumnya adalah menegakkan keadilan berdasarkan kemauan pencipta manusia sehingga terwujud ketertiban dan ketentraman masyarakat.

Perbedaannya dalam hukum pidana islam berlaku Qishaash dan Dziyat, sementara dalam hukum positif di indonesia yang di berlakukan adalah pidana penjara, kurungan, denda seperti pidana mati dan seumur hidup.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Daftar Pustaka

 

 

Ali, Zainuddin. 2007. Hukum Pidana Islam. Jakarta: Sinar Grafika.

Haq, Hamka. 1998. Filsafat Ushul Fiqh. Makasar:Yayasan Al-Ahkam.

Rosyada, Dede. 1992. Hukum Islam dan Pranata Sosial. Jakarta: Lembaga Study Islam dan Kemasyarakatan.

Santoso, topo.1998. Membumikan Hukum Pidana Islam. Jakarta: Gema Insani Press.

Unik Karlita, Perbandingan hukum Pidana Islam dangan Hukum Pidana Positif, (http://unikkarlita.blogspot.com/2011/03/perbandingan-hukum-pidana-islam-fiqh.htm,l, diakses 14 November 2011 )

 


[1] Dede Rosyada, Hukum Islam dan Pranata Sosial (Jakarta: Lembaga Study Islam dan Kemasyarakatan, 1992), hlm.86.

[2] Zainudin Ali, Hukum Pidana Islam (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hlm.1.

[3] Ibid, hal.5-7.

[4] Zainuddin  Ali, Ibid, hal. 22.

[5] Ibid, hal. 22-23.

[6] H.Hamka Haq, Filsafat Ushul Fiqh (Makassar: Yayasan Al-Ahkam, 19kum 98), hlm.68.

[7] Topo Santoso, Membumikan Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Gema Insani Press , 2003), hlm. 84-85.

[8] Ibid, Hlm, 90.

[9]Unik Karlita, Perbandingan hukum Pidana Islam dangan Hukum Pidana Positif, (http://unikkarlita.blogspot.com/2011/03/perbandingan-hukum-pidana-islam-fiqh.htm,l, diakses 14 November 2011 )

Tinggalkan komentar